Liburan kali ini membosankan, aku ayah dan ibu memutuskan untuk berlibur selama seminggu di rumah lama kami di desa. Aku terpaksa menyetujuinya meskipun aku tidak menyukai rumah itu, rumahnya gelap hanya ada lampu remang untuk menerangi dan juga suasananya sangat sepi karena jarak antara rumahku yang lama dan tetangga sangat jauh, mengingat ayah ku membangun rumah nya di lahan milik kakek yang luas. Kami meninggalkan rumah ini setelah saudara kembar ku menghilang 2 tahun yang lalu, semenjak kabar kehilangan nya aku merasa sangat kesepian, bahkan aku selalu berbicara seolah-olah saudara kembar ku ada, aku tidak memiliki teman bercerita, apalagi ayah dan ibu ku selalu sibuk dengan pekerjaannya, jujur saja aku sangat merindukan nya.
Saat kami sampai, ayah dan ibu membereskan barang-barang yang kami bawa. Sedangkan aku langsung masuk untuk melihat-lihat kembali keadaan rumah ini yang sekarang aku lihat dengan yang dulu, ternyata tak ada yang berubah semuanya masih sama, mulai dari perabotan dan penataan barang-barang nya tidak ada yang berubah, hanya saja rumah lama kami yang merupakan rumah panggung ini sudah mulai terlihat rapuh termakan rayap, mungkin karena sudah lama tidak terawat. Karena sudah lelah selama di perjalanan, aku akhirnya mencari kamar ku untuk beristirahat, setelah membereskan barang-barangku di kamar, aku bergegas mandi, setelah mandi aku merasa badanku lebih segar dan akhirnya aku memutuskan untuk tidur, setidaknya untuk menghilangkan rasa lelah. Saat mataku terpejam, aku mendengar suara tangisan. Aneh pikirku, siapa yang menangis dengan suara sekencang itu di waktu sore begini?. Tunggu, seperti nya aku mengenal suara itu, suara tangisan itu suara ibuku. Mengapa ibu menangis?. Tapi aku tidak menggubrisnya, mungkin saja ibu sedang menonton sinetron sedih. Tak lama aku terbangun saat waktu menunjukkan pukul 17.00. Ah, syukurlah semuanya baik-baik saja dan tadi itu hanya mimpi.
Tiba-tiba ibu masuk ke kamarku, ia membawakan baju dan memakaikannya kepadaku titik aku tidak terlalu suka modelnya terlalu simple, sangat polos, tapi karena warnanya putih maka aku kenakan, lagi pula ibu mengenakan baju yang senada. "Ibu akan mengantarkanmu ke saudara kembarmu, katanya kau sangat merindukannya." Aku hanya mengiyakan perkataan ibuku, karena memang begitu adanya. Sesampainya di ruang tamu ternyata hampir seluruh keluarga besarku ada di sini, pantas saja agak sedikit bising. Semuanya sibuk mengobrol bahkan sampai menangis, semua dari mereka memakai baju warna hitam dengan muka yang suram.
Setelahnya kami beriringan keluar rumah. Di luar banyak mobil berjajar. Anehnya, aku tidak menuju mobil tersebut, kami justru memutari rumah lamaku dan menuju halaman belakang. Apakah saudara kembarku berada di belakang rumah? Tak lama kami sampai. Aku melihat saudara kembarku berdiri di sana dan melambaikan tangan ke arahku, tentu saja aku sangat bahagia bahkan aku berjingkrak-jingkrak sangking bahagianya, aku tak tahu harus apa, aku langsung menghampirinya dan memeluknya aku juga mengatakan bahwa aku sangat merindukannya, dan ia juga berkata "akhirnya, kamu datang Kinan. Aku tidak akan kesepian lagi." Aku memeluknya lama sebelum akhirnya aku melepaskan pelukan itu, lalu aku menoleh ke belakang untuk melihat reaksi keluarga ku atas kembali nya saudara kembar ku, anehnya hanya aku yang menghampiri saudara kembarku sedangkan keluargaku yang lain hanya diam berdiri mematung dan terdengar suara isakan tangis dari ayah dan ibu bahkan ibuku pingsan. Tunggu, apa yang terjadi? Mengapa mereka bertingkah seolah aku dan saudara kembarku tidak ada?, Aku segera berlari ke arah mereka dan aku melihat kayu yang dikubur kan ayahku ke tanah di sana bertuliskan,
Kinan Sanjaya
Lahir : 23 Desember 2011
Wafat : 12 April 2024
Sebentar, mengapa ada namaku di sana? apa yang sebenarnya terjadi?!, dan tepat di sebelahnya terdapat kayu yang sama bertuliskan nama saudara kembarku,
Fitrian Sanjaya
Lahir : 23 Desember 2011
Wafat : 03 November 2022
Aku mundur, aku tak bisa berkata apa-apa, aku tak percaya sungguh! Aku berteriak berusaha agar mereka mendengar ku bahwa aku ada di hadapan mereka, tapi mereka benar-benar tidak mendengar ku, bahkan melihat ku ada, sampai akhirnya aku benar percaya ketika aku berlari dan aku menembus di tubuh sepupu ku, kemudian Aku menoleh ke belakang melihat saudara kembarku, aku tidak percaya ia meninggal, selama ini ibu dan ayah mengatakan bahwa saudara kembarku menghilang tanpa jejak, mengapa mereka berbohong?, saudara kembarku menatap kearah ku seolah tau apa yang ku pikirkan, ia tersenyum dan berjalan ke arahku, ia berbisik "kita mati di satu tempat yang sama, jangan menangis kita memang ditakdirkan menjadi korban dari orang tua kita sendiri." Setelah mendengar itu tubuh ku memudar dan aku benar-benar menghilang.
Profil Penulis
Namanya Siti Rana Rani. Saat ini berstatus sebagai seorang pelajar SMA Negeri 2 Sumbawa Besar, hobinya suka membaca dan menonton film apalagi yang genrenya thriller. Yuk! Kenali penulis melalui akun Instagram @xxrenvv
Terima kasih!
0 Komentar